Kupas Tuntas Persamaan Dan Perbedaan Buku Fiksi Dan Non Fiksi

Buku Fiksi Dan Non Fiksi

Persamaan dan perbedaan buku fiksi dan non fiksi –  Tentu iya keduanya sama-sama buku, namun soal isi antara buku fiksi dan non fiksi jelas memiliki perbedaan. Berbeda baik dari segi penyajian tulisan maupun unsur-unsur lain yang ada di dalamnya.


Dalam artikel yang pendek ini, saya mau mencoba menuliskan hal-hal terkait perbedaan dan persamaan kedua payung besar yang mengkategorikan sebuah buku. Mungkin baiknya artikel ini saya mulai dari topik paling mendasar, yakni definisi.

Pengertian Buku Fiksi Dan Non Fiksi

Persamaan dan Perbedaan Buku Fiksi dan Non Fiksi
Persamaan dan Perbedaan Buku Fiksi dan Non Fiksi

Singkat saja kalo menyangkut definisi. Buku fiksi adalah buku yang isinya cerita hasil imajinasi penulis, sedangkan non fiksi adalah buku yang berisi lautan fakta beserta interpretasinya tentang suatu topik pembahasan.


Pengertian buku fiksi dan non fiksi memang sesederhana itu, namun, bukan berarti fiksi selalu tentang khayalan doang. Karena banyak juga buku fiksi yang di dalamnya mengemas fakta-fakta yang tentu saja sudah ditambahin bumbu-bumbu rekaan biar enak diikuti alurnya.


Buku non fiksi juga terkadang ada yang menyisipkan cerita karangan. Seperti misal buku berjudul Creative writing karya AS Laksana, itu non fiksi yang isinya tips seputar menulis kreatif yang di dalamnya terdapat contoh-contoh cerita fiksi.


Pada intinya sih pengertian buku fiksi dan non fiksi seperti itu. Buku fiksi lebih menonjolkan daya imajinatifnya sementara non fiksi lebih ke pemaparan sebuah fakta. Ya begitulah, ya. Repot bener.

Jenis Buku Fiksi dan Non Fiksi

Ibaratnya, buku fiksi dan non fiksi adalah dua negara yang di dalamnya tentu saja ada berbagai macam kota-kotanya. Keduanya sudah termasuk kategori, namun Jenis buku fiksi dan non fiksi bisa kita bagi lagi menjadi beberapa sub-kategori.


Yang termasuk ke dalam jenis buku fiksi itu diantaranya seperti : cerpen, novel, komik, dan sebagainya. Pun di dalam cerpen, novel maupun komik, juga memiliki pembagian yang meliputi genrenya.


Seperti halnya fiksi, jenis buku non fiksi juga banyak. Sebut saja beberapa diantaranya : buku lks atau pelajaran sekolah, biografi, motivasi, ensiklopedia, kamus, buku self improvement, buku sejarah dan banyak lagi lainnya.


Nanti kapan-kapan mungkin bakal lebih detail diulas tiap-tiap Jenis buku fiksi dan non fiksi ini. Biar artikelku lebih komperhensif, ha ha ha, ndakik-ndakik sekali kau ini!

Ciri-Ciri Buku Fiksi Dan Non Fiksi

Dari definisi yang sudah saya kemukakan di awal tadi, sebetulnya sudah bisa ditarik untuk mengetahui bagaimana ciri-ciri buku fiksi dan non fiksi. Ciri utama yang membedakan keduanya adalah soal imajinasi dan fakta.


Ciri-ciri buku fiksi bisa terdeteksi jika di dalamnya berisi tulisan yang imajinatif. Misalnya kejadian yang diceritakan di dalam buku fiksi itu nyaris mustahil bisa terjadi di dunia nyata.


Contohnya one piece, saat baca komik itu akal sehatmu pasti menolak mentah-mentah bahwa ada orang cungkring yang tangannya bisa melar setelah makan buah iblis. Kalaupun kamu ragu dengan pendirian sendiri  terkait ‘tangan melar-nya Luffy’ itu fakta atau fiksi, ya coba buktikan bisa nggak tanganmu jadi seperti itu.


Tentu tidak bisa karena faktanya cerita one piece adalah fiksi. Karena di dalam fiksi, semua hal yang nggak masuk akal atau mustahil terjadi di dunia nyata, menjadi sangat mungkin diwujudkan untuk ada. Itulah kekuatan fiksi.


Dan konon, yang menyatukan umat manusia itu akarnya juga berangkat dari fiksi, loh. Apa kira-kira, ya?


Sekarang kita beralih bahas ciri-ciri buku non fiksi. Kebalikan dari fiki, buku non fiksi ciri-cirinya yang paling gampang itu ya isinya fakta-fakta baik itu sejarah maupun hasil penelitian yang sudah teruji kebenarannya.


Perlu ditekankan, kebenaran di sini memang belum tentu adalah kebenaran hakiki. Hanya saja kebenarannya adalah kebenaran yang disepakati bahwa itu benar.


Misal, penganut bumi bundar jika nulis buku non fiksi tentunya akan memaparkan fakta-fakta yang menunjang gagasan atau idenya. Sebaliknya juga orang yang percaya kalo bentuk bumi itu mirip donat, dia kalo nulis buku ya akan mengungkap sebuah kebenaran yang disertai dengan bukti-buktinya.


Dan wajar saja kebenaran-kebenaran yang dipaparkan dalam buku non fiksi itu saling bertentangan. Karena dari pertentangan-pertentangan tersebut bisa menghasilkan diskursus yang tentu semakin memperkaya khazanah ilmu pengetahuan.

Persamaan Dan Perbedaan Buku Fiksi Dan Non Fiksi

Oke, sekarang kita bedah tiap-tiap poin yang jadi persamaan dan perbedaan buku fiksi dan non fiksi. Mari kita memulainya dari bedanya dulu baru kemudian samanya.

Perbedaan Buku Fiksi Dan Non Fiksi

Setidaknya ada empat hal yang menjadi perbedaan buku fiksi dan non fiksi dari pemahaman yang saya baca di berbagai sumber. Kebanyakan perbedaan ini berkaitan dengan isi dari kedua kategori buku tersebut.

Fakta dan Imajinasi

Ya seperti yang dari tadi disebut terus, keduanya berbeda dari segi sumber utama kontennya. Buku fiksi bersumber dari hasil imajinasi penulisnya. Dan buku non fiksi mengambil sumber dari fakta-fakta yang ada.


Contoh, cerpen saya yang nggak tuntas berjudul Prototype Cerita ini adalah hasil imajinasi. Di cerpen tersebut saya menciptakan sebuah dunia di mana ada karakter bernama Umum yang berprofesi sebagai tukang becak, namun sebenarnya dia adalah intel.


Sedangkan contoh tulisan non fiksi, saya baru saja menerbitkan buku dengan genre self improvement yang terbit di penerbit anak hebat indonesia. Buku non fiksi itu berjudul “Bisa Kok Hidup Damai Tanpa Validasi Orang Lain”.


Nah, dalam buku itu saya memaparkan fakta terkait dengan penggunaan internet yang saya nukil dari hasil riset yang dilakukan oleh we are social. Berikut sedikit isi dari buku non fiksi berjudul Bisa Kok Hidup Damai Tanpa Validasi Orang Lain :

Buku bisa kok hidup damai tanpa validasi orang lain
Buku non fiksi bisa kok hidup damai tanpa validasi orang lain

Yang tertulis di situ adalah fakta. Hanya saja, saya membahasakannya dengan bahasa yang santai dan tidak formal-formal banget.

Plot dan Informasi

Perbedaan buku fiksi dan non fiksi yang berikutnya adalah terkait bagaimana tulisan itu mengalir. Buku fiksi, senjatanya adalah plot sedangkan non fiksi adalah rentetan informasi.


Fungsi plot di dalam buku fiksi adalah menarasikan alur cerita sehingga pembaca bisa paham ketika mereka menyuntuki bacaan fiksi tersebut. Sebagai contoh, misal plot dari buku novel Norwegian Wood karya Haruki Murakami.


Novel itu dimulai dengan tokoh utamanya yang bernama Toru Watanabe, yang mendadak flashback ke masa lalu ketika ia mendengarkan tembang magis berjudul Norwegian Wood milik The Beatles. Lagu itu membawanya mengingat wanita bernama Naoko yang, ah sudahlah.


Dari titik berangkat itulah plot novel norwegian wood menceritakan detail demi detail kejadian di masa mudanya Toru. Seperti bagaimana rumitnya hubungan yang terjalin antara dia, almarhum sahabatnya, Naoko dan satu gadis lain yang bernama Midori.


Selebihnya bisa kamu baca sendiri atau mungkin ulasannya resensi novel norwegian wood akan kutulis nanti. Oke, kita kembali lagi ke topik bahasan perbedaan buku fiksi dan non fiksi.


Jika plot yang bikin renyah tidaknya sebuah buku fiksi, maka, yang membuat tulisan mengalir dari buku non fiksi adalah penyusunan informasinya. Informasi yang dipaparkan dalam buku non fiksi mestilah disusun dengan runut dan logis sehingga pembaca mudah menyerap isinya.


Lagi, saya mau mencontohkan buku yang kutulis sendiri. Buku berjudul “Bisa Kok Hidup Damai Tanpa Validasi Orang Lain” ini sebisa mungkin saya merangkai susunan informasinya tidak terlalu njelimet. Meski mungkin tidak sempurna tanpa cela, ya.


Saya memulainya dari definisi dulu, apa itu validasi. Kemudian berlanjut dengan validasi seperti apa yang wajar dan nggak wajar, seterusnya berurutan sampai ke ending di mana di sana saya menjelaskan gimana caranya supaya terbebas dari hasrat ingin diakui oleh orang lain.

Buku bisa kok hidup damai tanpa validasi orang lain
Buku bisa kok hidup damai tanpa validasi orang lain

Yah, untuk contoh kedua dari buku “Bisa Kok Hidup Damai Tanpa Validasi Orang Lain” ini tidak saya sertakan contohnya. Kamu bisa kunjungi instagram resmi @penerbitahi_official jika tertarik membacanya.

Character Development dan Analisis Lanjutan

Saya nggak tahu apa sub judul ini sudah cukup menjelaskan maksud terkait dengan perbedaan buku fiksi dan non fiksi ketiga. Jadi gini, Character Development dalam buku fungsi itu tujuannya adalah supaya pembaca larut asyik dalam bacaannya.


Ketika karakter atau tokoh utama dalam cerita fiksi mengalami pertumbuhan misal dari yang tolol menjadi sedikit lebih encer otaknya, itu mestinya penulis menggambarkan bagaimana prosesnya. Penggambaran itu bisa melalui kejadian demi kejadian yang dialami si karakter sehingga tumbuh menjadi sosok yang berbeda dari awal cerita.


Saya mau mencontohkan kembali komik one piece karena di sana character developmentnya gila. Sebentar, kayaknya yang akan saya contohkan adalah mbak Nico Robin saja, sang arkeolog dari sebuah pulau bernama Ohara yang menghilang dari peta setelah digenosida oleh pemerintah dunia.


Nico Robin adalah satu-satunya penduduk ohara yang selamat dari insiden genosida atau buster call pasukan angkatan lautnya world goverment. Setelah insiden itu, Robin hidup dalam pelarian dan jadi buronan dengan harga kepalanya 69 juta berry.


Dia mencoba cari perlindungan ke warga sipil, eh tapi mereka malah jadi cepu karena tergiur dengan uang jika menyerahkan Robin ke pemerintah dunia. Muak dengan hal itu, Robin akhirnya mencari perlindungan ke perompak dan sekalian aja jadi kriminil.


Dari satu kapal ke kapal bajak laut lain, mereka pun sama aja ngelakuin pengkhianatan ke nico robin. Karena kenyang dengan pengalaman dikhianati, Nico Robin tumbuh jadi gadis yang mengkhianati kelompoknya asal dia selamat.


Tidak peduli nasib orang lain asal dirinya bisa terus hidup dan melanjutkan penelitian tentang sejarah dunia yang disembunyikan alias void century. Reputasinya sudah menyebar bahwa jika kelompok bajak laut menerima nico robin sebagai kru, maka tinggal menunggu waktu sampai kelompok itu hancur setelah robin berkhianat.


Dari gadis yang punya trust issue seperti demikian, Nico Robin perlahan tapi pasti mengalami pertumbuhan sebagai karakter fiktif setelah dia bertemu dan bergabung dengan kelompok topi jerami. Puncak dari kembalinya ‘rasa mempercayai’ orang lain di hati Nico Robin ketika ia ditangkap oleh Chiper Pol dan dibawa ke pengadilan Enies Lobby.


Saat itu Luffy dan komplotannya datang dan melawan pemerintah dunia hanya demi menyelamatkan Nico Robin seorang. Scene ikonik dalam arc tersebut adalah saat Robin yang menangis dan berteriak mengatakan, “i want to live.”


Lalu Luffy memerintahkan Soegeking untuk membakar bendera pemerintah dunia. Ah, kepanjangan ini ceritanya.


Okelah, kini kita bahas perbedaan buku fiksi dan non fiksi poin analisis. Analisis ini berlaku di buku non fiksi. Jadi dalam buku non fiksi penulis mesti menjelaskan suatu informasi dengan analisis lebih lanjut dari “melebar untuk menyempit lalu mendalam,” begitulah kata Prie G.S.


Nah, gambar di atas merupakan daftar isi di BAB 4 di dalam buku self improvement berjudul “Bisa Kok Hidup Damai Tanpa Validasi Orang Lain”. Di bab tersebut sacara secara khusus membahas orang haus validasi dari sudut pandang psikoanalisis.

Buku bisa kok hidup damai tanpa validasi orang lain
Buku bisa kok hidup damai tanpa validasi orang lain

Saya memulainya dengan sedikit mengupas biografi mbah Sigmund Freud, bagaimana pergelutannya di skena psikologi sampai akhirnya menciptakan sekte psikoanalisa yang mashur itu. Dari sana, saya beralih mempreteli teorinya tentang lapisan kesadaran dan tiga elemen : id, ego, super-ego.


Lalu menjabarkan gimana dinamika interaksi antara id, ego, super-ego di lapisan kesadaran. Barulah setelah itu saya melakukan analisis apa yang terjadi antara id, ego dan super-ego sehingga memunculkan perilaku haus validasi.


Dua variasi perilaku haus validasi yang saya bahas : approval seeking dan validation seeking. Saya menjelaskan keduanya secara tuntas dan lengkap dari pengertian beserta dengan contoh kasusnya.


Jika tertarik ingin membacanya, bisa cari di online baik melalui marketplace, media sosial maupun situs resminya penerbit anak hebat indonesia.

Konteks Dan Setting

Perbedaan buku fiksi dan non fiksi berikutnya ada konteks untuk non fiksi dan setting untuk fiksi. Apa maksudnya gitu?


Konteks dalam buku non fiksi gampangnya itu dia adalah penjelasan lebih lanjut terkait dengan fakta yang baru saja dipaparkan. Misal nih, di buku self improvement berjudul “Bisa Kok Hidup Damai Tanpa Validasi Orang Lain” di sana saya memaparkan fakta seperti ini :


Terlebih dahulu saya memaparkan poin demi poin dari 5 hierarki kebutuhan dasar racikannya Maslow, runut sampai selesai. Setelah itu barulah saya mengkaitkan teori itu dengan konteks yang jadi pembahasan inti di bukunya, yakni perilaku orang haus validasi.

Buku bisa kok hidup damai tanpa validasi orang lain
Buku bisa kok hidup damai tanpa validasi orang lain

Silakan dibaca buku terbaru saya yang berjudul “Bisa Kok Hidup Damai Tanpa Validasi Orang Lain” untuk mengetahui kaitannya teori maslow dengan perilaku haus validasi. Promosi lagi, haha.


Kemudian perbedaan buku fiksi dan non fiksi adalah setting untuk fiksi. Setting ini ya terkait dengan waktu, tempat dan suasana dari cerita fiksi tersebut. Setting ini perlu dinarasikan dengan detail sehingga pembaca bisa memunculkan visualnya ketika mereka membaca buku fiksi.


Ada satu pengarang yang sangat detail dalam membuat setting tersebut. Kalo dalam negeri, setahuku saja ya, ada Ahmad Tohari yang dia bisa menarasikan daun jatuh dengan sangat detail sehingga ketika membacanya itu gambaran di kepalanya utuh.


Kalo dari luar, ya tadi novel norwegian wood karya haruki murakami itu juga oke. Apa ya, cara murakami dalam menyajikan setting cerita itu bikin saya yang membacanya merasakan sensasi aneh tersendiri. Susah saya jelasinnya.

Persamaan Buku Fiksi Dan Non Fiksi

Sub judul terakhir dari artikel Persamaan dan perbedaan buku fiksi dan non fiksi adalah soal samanya. Kayaknya singkat saja sih soal ini dan nggak saya sertakan dengan contoh-contohnya.

Sama-Sama Ditulis

Kalo kamu pikir saya bencanda, salah. Saya serius. Memang benar persamaan buku fiksi dan non fiksi yang paling keliatan ya sama-sama ditulis dan diterbitkan jadi buku.


Saya bisa saja ngayal dengan sepenuh-penuh keliaran tapi kalo Cuma dalam kepala dan nggak ditulis, ya namanya bukan karya. Semua orang bisa berkhayal tapi nggak semua mau dan mampu menuliskan khayalannya.


Bisa juga saya dan teman-teman ngobrol berjam-jam bahas isu sensitif di tongkrongan yang mungkin benar-benar fakta atau konspirasi semata. Tapi kalau sebatas keluar dari mulut tanpa ditangkap oleh pena untuk menuliskannya, besok juga itu bakal lenyap dan Cuma jadi omong kosong yang menyenangkan.


Karena ditulislah, maka kita bisa mengkategorikan khayalannya Oda Sensei menjadi karya fiksi paling fenomenal yang dikenal dengan One Piece. Karena ditulis juga sekarang kita bisa tahu kalau dulu ada sekelompok golongan yang (mungkin beneran salah mungkin belum tentu) tapi langsung dilenyapkan oleh ‘vwxyz’  tanpa terlebih dahulu melewati persidangan.

Riset Kepenulisan

Persamaan buku fiksi dan non fiksi berikutnya adalah soal riset kepenulisan. Baik fiksi maupun non fiksi tentunya sebelum menulis diperlukan dulu riset atau penelitian.


Jangan salah, sekalipun fiksi itu sumbernya imajinasi, tapi biar bisa dicerna dengan baik oleh pembaca ceritanya mesti masuk akal. Masuk akal dalam artian, ya kita bisa menerima di dunia khayalan novel itu bisa gini karena penulis menarasikan gitu.


Pembaca bisa menerima tulisan fiksi sekalipun itu ngawur banget asal jenset kita sudah terpaut dan mengamini narasi dari penulis itu masuk. Ya gitulah. Atau dengan riset tadi setting dan alur cerita bisa seoalah-olah terasa real.


Seperti misal saya dulu pernah baca novel Bulan Terbelah di Langit Amerika dan waktu itu saya merasa ini kayaknya cerita asli bukan karangan. Tapi kupikir sih itu terasa seperti real karena memang risetnya mendalam.


Kalo buku non fiksi, ya jelas nggak usah ditanyain lagi. Jelas perlu riset untuk mendukung ide atau gagasan yang dipaparkan dalam buku itu. Seperti buku saya yang berjudul “Bisa Kok Hidup Damai Tanpa Validasi Orang Lain” itu saya riset dengan mencari beragam sumber referensi.

Metode Menulis

Ya secara umum, persamaan buku fiksi dan non fiksi terkait metode menulisnya tentu saja dari premis. Dari premis tersebut kemudian diperes lagi biar terbentuk sebuah kerangka. Dari kerangka dikembangkan lagi lebih detail yang mencakup semua hal tentang topik (buku non fiksi) dan tema cerita (buku fiksi).

Tujuan Umum

Persamaan buku fiksi dan non fiksi terakhir, keduanya ditulis dengan tujuan untuk dibaca. Dibaca supaya pembaca mendapat insight entah berupa pengetahuan maupun sekedar hiburan.

Akhir Kata Sekian

Sudahlah ya, capek sekali nulis artikel dengan kata sebanyak ini. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca sampai akhir (masa sih?!) artikel yang membahas tentang Persamaan dan perbedaan buku fiksi dan non fiksi.

Posting Komentar

0 Komentar