Sikap antipati itu sangat berbahaya. Orang yang di kepalanya terjangkit paham anti-anti, bisa sangat membenci sesuatu sampai tembus ubun-ubunnya.
Padahal dia belum dapat pembenaran dari bencinya selain cuma pengin benci saja. Dia nggak pernah punya keterlibatan langsung dengan hal yang di anti-anti-kan.
Nggak suka memang bagian dari selera. Dan itu wajar. Bebas untuk kita nggak suka sama satu hal.
Tapi sampai anti yang sedalam itu sama yang nggak disukai selera, apalagi antinya karena belum menjajal sendiri, mungkin ada yang keliru dari pemahamannya.
Antipati jelas muncul dari sikap nggak mau mengerti, memahami. Dan memang, sangat susah mengubah cara pandang orang yang kadung anti. Tapi ada jurus untuk menangkal sikap semacam ini, kalau si antipati itu diri kita sendiri.
Jurus ini tetap bisa dicoba ke orang lain yang antipati, hanya saja butuh effort lebih.
Penangkalnya satu, sederhana saja, kasih pengalaman nyata terlibat langsung dengan hal yang kadung di anti-anti-kan. Kalau penyakit anti-nya belumlah parah, dua kemungkinan bakal terjadi.
Tapi kalau sudah parah, mendarah daging, ya orang tipe begitu sih kayaknya lebih cepat ditunggu mati daripada berubah.
Dua kemungkinan itu, pertama, dia jadi ngerti, bahwa sikap antipati yang berlumuran benci, itu salah. Hanya saja di kemungkinan pertama ini nggak sampai tahap merubahnya jadi suka.
Tapi ini sudah termasuk kemajuan. Sebab dia nggak lagi merasa paling edgy, keren sendiri. Nggak lagi ngecap selera yang bersebrangan, lebih rendah derajatnya.
Kedua, dari yang semula anti, setelah punya keterlibatan langsung, dia bisa berbalik suka dengan yang di anti-anti-kan, suka yang sebegitunya. Dan kemungkinan kedua inilah yang saya alami sendiri.
Saya juga sempat bahas hal serupa di tulisan sebelumnya, soal tiktok yang saya benci tapi pas njajal, kayaknya nggak begitu buruk juga, sih.
Dan tulisan yang Anda baca sekarang, yang lagi saya omongin itu pop culture Jepang, alias anime.
Kalau dipikir-pikir, saya nggak pernah membayangkan kalau suatu hari saya bakal terlibat percakapan ngomongin misal apakah orochimaru itu cowok, cewek, atau genderless?
Atau ngomongin berbagai konspirasi di dalam dunia one piece, misal. Dan banyak lagi lainnya.
Sama sekali nggak kebayang bakal sampai di titik ngobrolin begituan. Bahkan tidak hanya dengan teman sepelantaran, saya juga ngobrolin anime sama bapak-bapak pekerja shift malam yang punya tanggungan membiayai istri dan dua anak.
Masih nggak nyangka saja sampai di kehidupan semacam ini. Dan bagiku ini pengalaman yang sangat menyenangkan, sekarang.
Dulu, sama sekali nggak begitu. Tiap ada dua teman yang terlihat sangat asyik ngomongin anime, saya selalu merespon sinis dengan bilang 'apa sih?!' Atau lebih sering responnya berupa celaan.
"Apa kerennya nontonin kartun. Rock n roll, dong!".
Sekarang, saya dinyatakan positif terjangkit wibu virus disease. Dan yah, baiklah, ijinkan saya jilat ludah saya sendiri. Gimana rasanya? Itu enak, sekali!
Post a Comment