Lagi ngelamun sambil muterin rokok di sela jari tangan. Pikiranku, lari ke mana-mana. Kadang mampir ke tempat indah. Tempat yang sayangnya, saya nggak punya free pass masuk ke sana. Menyedihkan. Iya, kadang pikiran maunya lari dari takdir yang sedang dijalani.
Ia berandai-andai. Seandainya bisa ia ciptakan takdir baru, mungkin, bakal lebih menyenangkan dijalani dibanding takdir yang sekarang. Meski ia cukup ngerti, sekalipun takdir rekaan sungguh menyenangkan, ilusi tetap ilusi.
Bukan kenyataan. Nggak ngaruh ke hidup yang sekarang. Maka sudahlah ya. Kini pikiran bergegas menclok ke tirai rahasia. "Mau menengok masa depan", katanya. Apa yang dia lihat? Adalah ribuan tanda tanya. Saking banyaknya, malah bikin dia pusing dan nyaris meledakkan pikirannya sendiri.
Dia coba kuasai diri. Perlahan, ia mendekat ke satu sudut tanda tanya tersebut. Dia ingin uji kebenaran suatu pengetahuan. Karena dulu dia pernah dengar. Konon, jika tanda tanya itu diusap, maka rahasia hidup masa depan bakal tersingkap. Maka, diusapkan tangannya itu ke situ.
Sayang, mendadak ia gemetaran. Ragu datang. Juga cenderung merasa ketakutan. Takut kalau ternyata tanya tanda yang dibuka, isinya penderitaan yang nggak jauh beda. Ia urungkan mengusap.
Sekedar membayangkannya saja sudah bikin muntah darah. Dia nggak mau menjalani penderitaan yang sama berulang. Penderitaan kok repeat order!
Ia biarkan tanda tanya tetap di sana. Biar jadi rahasia. Toh kalau nanti lagi-lagi isinya penderitaan, setidaknya, jumpscare-nya masih kerasa. Penderitaannya artistik.
Dan kalau semisal tanda tanya itu isinya kebahagiaan, ya syukurlah. Itu berkah yang nggak disangka. Bahagianya berlipat ganda. Jadi, nggak perlu lah ya ikut campur sama urusan yang di sana. Mungkin, itu kunci hidup bersahaja.
Pikiran sudah lelah. Sudah waktunya pikiran pulang. Balik pada kenyataan. Kembali memandang hari ini, detik ini, di sini. Ada kelegaan yang dirasa pikiran. Dia lega karena nggak terus terjebak di sana. Di tempat yang sejatinya nggak ada. Masa lalu, masa depan, apalagi khayalan.
Lega memang. Meski ya sesekali masih saja mengutuk. Cukup sering mengantuk. Tapi, lihat, dia lama-lama mampu mengangguk. Mau terima kenyataan yang seringnya nggak memuaskan. Yang kadang, cukup sulit diterima tanpa lebih dahulu melayangkan komplenan.
Kuputar-putar lagi rokok itu. Ku fokuskan mata pada bara yang menyala di ujungnya. Dulu, sering saya bertanya. Mengapa api pada sebatang rokok sulit untuk padam? Yah, pertanyaan yang mudah dijawab, jika saja saya mau googling cari referensi.
Cuma, kali ini lagi terlalu malas untuk riset. Untuk perkaya isi tulisan. Jangankan riset, sanggup nulis sampai sejauh ini saja itu kuanggap prestasi luar biasa. Secara hampir dikatakan saya sudah lama merasa kehilangan kemampuan dalam merampungkan tulisan. Dengan adanya ini tulisan, itu progres kemajuan.
Nggak mampu merampungkan tulisan bukan berarti nggak pernah nulis sama sekali, ya. Saya nulis setiap hari. Dan setiap baris yang tertulis, selalu saya hapus, lagi dan lagi. Selalu nggak puas dengan tulisan sendiri.
Selalu saja saya caci maki baris pertama yang tercipta. Sebab, saya rasa tulisan tersebut nggak cukup good reading untuk dipublish. Saya mengharap kesempurnaan di setiap karya yang kutuliskan. Padahal, saya paham betul kalau semua tulisan saya, itu nggak ada yang sempurna.
Semua punya kecacatan masing-masing, di sini dan sana. Itu terbukti ketika saya baca ulang tulisan lama. Kesan pertama yang saya tangkap, "Ini tulisan sangat norak dan menjijikkan!". Nggak habis pikir kenapa dulu saya menulis hal menjijikkan seperti demikian.
Di titik itu semestinya saya sadar. Juga mengamini, kalau ambisi menciptakan tulisan yang sempurna, hanya berakhir sia-sia belaka. Tapi sayang, kadang kebodohan ini begitu indah bila terus di pelihara dalam kepala.
Yah, biar bagaimanapun, kebodohan mesti diakhiri. Sama seperti tulisan ini, perlu kusudahi. Lagian, rokok yang dari tadi menemaniku belajar lagi untuk menyelesaikan tulisan, juga hampir habis. Saya cungcek sekalian putung rokoknya.
Lihat itu. Bara rokok yang perlahan padam, ternyata berbarengan dengan renunganku yang kian panjang dan dalam.
_______________________________________
*SS/TL : Selagi Sempat/Takut Lupa
Post a Comment