_____________________________
_____________________________
[1] Masker
.....
Bolehkah aku
melepas tali maskermu?
Tenang, aku sudah Vaksin.
Sini, kiri dan kanan
pipimu, sun.
.....
_____________________________
_____________________________
[2] Ribut bin Ribet
....
Baru mau tidur,
kamar sebelah ribut
debatin agama.
di internet,
netizen ributin
perkara negara.
di kemarau dompet,
ribut soal keuangan
yang kayak nggateli.
sedang di pikiranku,
ribut tentang kamu.
kamunya ribet,
muter-muter nggak jelas,
bikin pusing saja.
Hei, panadol,
di mana kau!
.....
_____________________________
_____________________________
[3] Sarapan Bubur Kertas
.....
Kamu tepis imanku yang tipis.
Merobek lancang kertasnya
di pinggiran kanan.
Bolongnya kekal bekasnya
kesiram air mineral,
tempias melebar.
Makin ke sana,
dosa mendekat ke sini.
Menggigil doa-doa
kala lakban selimuti rona rohani
yang merana melawan durjana
yang menghambat roda perputaran pahala.
Kau ruwetkan bias batasan
kebenaran dengan kebinalan.
Kamu suka yang abu-abu
dan ngeblur.
labur kesaksian sakralku
perlahan kabur,
kertasnya hancur lebur
menjelma jadi bubur,
seiring sang waktu
mencoreng tinta hitam
yang meluncur menjelang temaram
dari lajur kiri silit ubur-ubur
yang terlilit hutang perjanjian
dengan setan yang menyenangkan.
.....
_____________________________
_____________________________
[4] Dikira Romantis
.....
Bulan tanggalkan purnama
dan pasrahkan separuh jiwanya
bertempat tinggal di kediaman
matamu yang menatapku
dengan kedipan mata
ala Jaja Miharja.
Tunggu bentar.
biar safety, jangan lupa
daftar asuransi Jasa Raharja.
biar bilamana terjadi
laka lantas percintaan,
yang bikin hati patah
juga meradang gelisah,
pengobatan luka ku dibiayai
setengahnya oleh negara.
Halah, ngawur betul puisinya!
mana ada lukaku
ditanggung negara.
yang jelas-jelas ada,
Lukaku pemain bola.
.....
_____________________________
_____________________________
[5] Judulnya X
.....
Di balik puisi romantik
dengan diksi ndakik-ndakik
tersimpan segudang problematik:
hati yang rematik
pikiran jungkir walik
puyeng, karyanya tak dilirik
ketika datang musim paceklik
dompetnya traumatik
dan penyair kian tercekik
oleh derita yang artistik.
kapankah ketemu titik?
semoga nanti,
matinya kharismatik.
.....
_____________________________
_____________________________
Posting Komentar